Senin, 09 Juni 2014

Menguasai sebelum Dikuasai


Menguasai sebelum dikuasai
 (Oleh : Ria Sitorus)

            Di era cyber-space ini, Situs Jejaring Sosial memang seolah menjadi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Jejaring Sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Google+, MySpace, Badoo, Zorpia, YM, Weibo, Linkedlin, dll, kini mampu menembus batas: ruang dan waktu, daerah, ras, golongan, usia, etnis, agama, dan menembus segala batas yang ada. Semuanya kini seolah menjadi maya.
Di Indonesia, seperti diungkapkan oleh Kemenkominfo bahwa pengguna internet sudah mencapai 63 juta orang. Total 95 % menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring juga mengatakan,  situs jejaring sosial yang paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Dan sebagai peringkat 5 pengguna Twitter terbesar di dunia, setelah USA, Brazil, Jepang dan Inggris. (http://kominfo.go.id/)
Jejaring Sosial tentu saja mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Kuatnya pengaruh kedua dampak ini tergantung bagaimana si manusia pemakai Jejaring Sosial tersebut. Ada dua kemungkinan yang terjadi tergantung bagaimana tingkat IQ, EQ dan SQ si pengguna Jejaring Sosial. Jika tingkat IQ, EQ dan SQ si pengguna masih rendah atau di bawah rata-rata, maka yang cenderung terjadi adalah dampak negatif. Si pengguna (manusia)-nya yang malah dikuasai oleh situs Jejaring Sosial tersebut. Padahal seyogianya, sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, manusialah yang dituntut untuk menguasai IPTEK/IT, dunia digital dan semua perangkat/program yang ada di dalamnya.
Namun yang sering terjadi, khususnya di Indonesia sendiri, adalah hal yang sebaliknya. Banyak terjadi penipuan dengan modus kenalan di Jejaring Sosial bahkan berujung hingga ke penculikan, pemerkosaan, perampokan, hypnotis, bahkan pembunuhan. Berita-berita buruk semacam ini kerapkali menjadi ‘sarapan pagi’ masyarakat Indonesia yang disuguhkan lewat berbagai media massa seperti TV, koran, majalah, yahoo, google, dll.
 Dampak negatif  lain yang sering terjadi adalah maraknya kasus-kasus perselingkuhan dan kehancuran bahtera rumah tangga dan kandasnya keharmonisan keluarga oleh karena ‘godaan’ dari dunia maya ini. Diawali dari perkenalan, pertemanan hingga ke pertemuan sembunyi-sembunyi, sampai akhirnya ‘terjerat’ oleh ke-maya-an itu. Baik kaum laki-laki dan perempuan tentu punya andil yang sama dalam kasus ini. Analisis ini penulis dapatkan dari pengalaman teman-teman penulis yang telah mengalaminya.

Keadaan patologi sosial yang semakin menggila di kalangan masyarakat era digital ini membuat pergeseran dan pergesekan yang sangat drastis. Beberapa pakar sosial mengistilahkannya dengan: “Menjauhkan yang dekat—dan mendekatkan yang jauh.”
Sangat disayangkan memang jika perkembangan dan kemajuan IPTEK lebih banyak ‘menjerumuskan’ umat manusia di jaman ini.
Seharusnya manusia mampu menguasai—sebelum dikuasai. Di sisi lain, tentu banyak juga insan manusia yang mampu berkembang secara positif dengan memanfaatkan perkembangan dan kemajuan teknologi, termasuk mengikuti arus informasi di dunia IT melalui situs jejaring sosial ini. Penulis sendiri, berusaha memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter ini untuk mencari akses komunikasi kepada para penulis lainnya. Hal ini tentu dapat membuka cakrawala lebih luas tentang seluk-beluk dunia kepenulisan, serta bagaimana menghadapi tantangan dunia menulis di jaman cyber-space ini.

Salam,
Penulis :

(Poloria Sitorus) *Pemerhati Sosial-Budaya
Program S-I, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Medan, Sumatera Utara





Tidak ada komentar:

Posting Komentar