
(analisa/Poloria Sitorus) Terumbu karang yang telah rusak, terdampar di pesisir pantai Sialangbuah.
Oleh: Poloria Sitorus.
PENDAHULUAN:
Manusia merupakan makhluk penghuni bumi yang sangat
tergantung pada alam dalam pemenuhan segala kebutuhan hidupnya. Sehingga
manusia sangat erat hubungannya dengan lingkungannya. Dalam proses
kehidupan tersebut manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya,
sehingga antara manusia dengan lingkungannya terjadi respon/reaksi, baik
berupa respon yang positif untuk mendukung kehidupan manusia itu
sendiri, maupun respon negatif yang dapat berakibat buruk terhadap
kehidupan manusia.
Jika manusia memperlakukan
lingkungannya dengan baik, maka seyoginya lingkungan akan memberi respon
yang baik juga, namun manusia sering kali memperlakukan lingkungan
dengan tidak baik dan tidak sewajarnya, hal ini didukung oleh populasi
manusia yang sangat pesat dan semakin kurangnya kesadaran akan
pelestarian alam dan lingkungan hidupnya.Disebabkan adanya interaksi yang tidak baik antara manusia dengan lingkungan, akan mengakibatkan terjadinya ketidak-seimbangan ekologi seperti kerusakan-kerusakan tanah sebagai akibat penggunaan lahan, kebakaran hutan dan kebanjiran, serta pencemaran-pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Hal ini tidak terlepas dengan segala aktivitas dan populasi manusia yang tumbuh sangat pesat.
Kita ketahui bahwa, manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibanding mahluk ciptaan lainnya. Manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan fisik maupun non-fisik (lingkungan sosial). Seluruh makhluk hidup penghuni bumi, baik hewan, tumbuhan dan manusia, akan selalu mengusahakan adanya keseimbangan ekologi dalam lingkungan hidupnya demi kelestarian spesiesnya.
Namun saat ini, spesies makhluk hidup semakin terancam oleh merosotnya kualitas lingkungan sebagai akibat aktivitas manusia dalam pemamfaatan sumber daya alam dan penggalian potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Manusia pun semakin giat melakukan berbagai daya upaya untuk memulihkan keseimbangan ekologi dan pelestarian alam. Padahal, jika kualitas lingkungan semakin merosot, secara otomatis daya dukung lingkungan dalam pemenuhan hidup manusia akan semakin merosot pula.
Pada kenyataannya, saat potensi lingkungan dan sumber daya alam sudah sangat merosot, masih banyak manusia yang belum sepenuhnya menyadari betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup tersebut. Seperti halnya masalah yang penulis temukan pada daerah penelitian di daerah pesisir pantai Desa Sialangbuah, pada tiga titik pengamatan, yaitu ; di Pantai Sialangbuah, Pantai Kelang dan Pantai Kuala Putri.
Melalui pengamatan penulis di Desa Sialangbuah, telah banyak terjadi kerusakan lingkungan pada ekosistem perairan laut karena kurangnya kesadaran masyarakat setempat dalam pelestarian dan pemeliharaan lingkungan. Hal ini sangat jelas terlihat dari beberapa fakta yang penulis temukan di lapangan, seperti : 1) Tercemarnya air laut di sepanjang pantai sekitar Desa Sialangbuah oleh lumpur, kotoran, sampah-sampah dan limbah rumah tangga, 2) Kerusakan lingkungan di sekitar daerah pesisir pantai, seperti kerusakan hutan mangrove, kerusakan ekosistem terumbu karang, dan lain sebagainya.
Dalam usaha pemamfaatan sumberdaya alam, agar lingkungan hidup tetap terjaga kelestariannya, seharusnya manusia memperlakukan lingkungan hidup tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebab, manusia mampu merombak, mengubah, memperbaiki dan mengkoordinasikan lingkungannya sesuai yang dikehendaki.
Pengolahan sumberdaya alam adalah upaya terpadu dalam pemamfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian serta pemulihan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemamfaatan sumberdaya alam, yaitu: (1) Sumberdaya alam harus dikelola untuk mendapatkan mamfaaat yang maksimal tetapi harus menjaga produktivitasnya agar tetap terjaga dan terus berkelanjutan. (2) Eksploitasi harus di bawah batas daya regenerasi atau assimilasi sumberdaya alam. (3) Dalam pengolahan sumberdaya alam hayati, kita perlu mempertimbangankan beberapa hal, seperti : teknologi yang dipakai jangan sampai merusak lingkungan, pengolahannya harus secara serentak disertai proses pembaharuan agar tidak serta merta sumberdaya tersebut mengalami kepunahan, dan sebagian hasil yang didapat harus digunakan untuk menjamin pertumbuhan lingkungan yang bersih dan pertumbuhan sumberdaya alam hayati.
Dengan adanya hal-hal tersebut di atas, maka dapat dilihat tujuan-tujuan yang berasal dari pengolahan tersebut, yaitu agar mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya dan melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi selanjutnya.
Pertambahan penduduk dan keterbatasan sumberdaya lahan mengharuskan terjadi perubahan orientasi pembangunan, dengan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap upaya pemamfaatan ekosistem lautan. Sebab wilayah pesisir Indonesia, merupakan salah satu wilayah berpotensi besar untuk dikembangkan secara terpadu.
Hal inilah yang membuat ketertarikan penulis untuk melakukan observasi di daerah pesisir pantai Sialangbuah, daerah pesisir pantai Kelang, dan pantai Kuala Putri yang terdapat pada satu garis pantai, terletak di Kecamatan Teluk Mengkudu, Desa Sialangbuah, dengan luas wilayah berkisar 2.010 km2.
Saat melakukan observasi, penulis menemukan beberapa hal, seperti : (1) faktor-faktor yang menyebabkan perairan di sepanjang pantai desa Sialangbuah menjadi keruh dan sangat kotor, (2) dampak positif dan negative dari pemamfaatan ekosistem laut dan pantai di daerah tersebut, serta (3) mengapa perhatian pemerintah masih sangat minim dalam upaya pelestarian ekosistem laut dan pantai.
Dalam hal ini penulis yang sekaligus sebagai peneliti juga ingin mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat setempat terhadap pelestarian sumberdaya alam hayati serta bagaimana kepedulian masyarakat/penduduk desa Sialangbuah dalam menjaga lingkungan hidupnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai berkisar 81.000 km2, dengan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan sumberdaya lautan yang sangat besar. Sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) dan sumberdaya yang tidak dapat pulihkan (non-renewable resources). Kekayaan sumberdaya alam ekosistem pesisir dan lautan sampai saat ini belum sepenuhnya dimamfaatkan oleh masyarakat Indonesia karena orientasi pembangunan masih terpusat pada ekosistem daratan.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya sebab diperkirakan jumlah penduduk yang tinggal di daerah pesisir sekitar 50 % hingga 70 % dari jumlah keseluruhan penduduk dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 60 % dari jumlah keseluruhan penduduk tinggal di daerah pesisir. Sehingga dengan peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di daerah pesisir memberikan berbagai dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir, seperti; degradasi pesisir, kerusakan hutan mangrove, kerusakan terumbu karang, pembuangan limbah-limbah ke laut, sedimentasi sungai-sungai, abrasi dan sebagainya.
Disamping itu, dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas-aktivitas penduduk yang sangat padat di daerah pesisir menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya alam hayati yang ada di lautan dan di daerah pesisir pantai.
Masyarakat pantai yang didominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak memiliki pilihan mata pencaharian lain, mereka juga masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dan yang paling patal, bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai tidak menyadari dan tidak mengetahui secara mendalam akan pentingnya melestarikan sumberdaya alam hayati tersebut yang selanjutnya akan mendukung pemenuhan kebutuhan hidup dan kesejahteraan mereka sendiri. Mereka masih cenderung mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dengan cara-cara yang tidak berwawasan lingkungan.
Hal ini juga tentu dipengaruhi tingkat pendidikan masyarakat pesisir yang masih sangat rendah. Kebanyakan mereka (masyarakat pesisir pantai) lebih mementingkan uang, dan pola pikir mereka terhadap pentingnya ilmu pengetahuan dan pendidikan sangat dangkal. Mereka berprinsip lebih baik bekerja sebagai nelayan, langsung bisa mendapatkan ikan dari laut dan selanjutnya ikan tersebut dijual dan langsung mendapatkan uang, daripada memikirkan sekolah yang harus mengeluarkan banyak biaya.
Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang unik baik dilihat dari aspek biogeofisiknya, maupun dari aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Beberapa karakteristik yang dimaksud, antara lain adalah :
- Terdapat keterkaitan ekologis, baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
- Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.
- Dalam suatu kawasan pesisir pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda.
- Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur, sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
- Kawasan pesisir merupakan kawasan milik bersama yang dapat dimamfaatkan oleh semua orang dan setiap penggunaan sumberdaya berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran-pencemaran, serta over-eksploitasi (pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya alam hayati tersebut) dan juga konflik pemanfaatan ruang/lahan.
Selain karakteristik di atas, kawasan pesisir juga merupakan salah satu kawasan yang sangat produktif dalam menghasilkan sumberdaya-sumberdaya alam hayati.
Dalam penelitian ini penulis mengetahui dampak pemanfaatan sumberdaya alam hayati pada ekosistem perairan laut dan pantai di daerah pesisir desa Sialangbuah yang meliputi tiga titik pengamatan (pantai Sialangbuah, pantai Kuala Putri dan pantai Kelang) serta apa dampak dari pemamfaatan tersebut di mana penulis menggunakan metode penelitian dengan observasi langsung atau survey dan deskripsi.
Survey dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dari Instansi terkait dan data primer yang langsung penulis dapatkan dari masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai desa Sialangbuah. Penelitian lebih dalam dilakukan untuk mendapatkan data lebih rinci dengan wawancara langsung kepada beberapa orang responden pada masyarakat setempat.
Populasi penduduk di daerah ini tergolong banyak/padat, dengan jumlah total penduduk berkisar 3.252 jiwa, terdiri dari sekitar 464 KK.
Setelah melakukan penelitian di daerah pesisir pantai desa Sialangbuah, maka dapat penulis temukan jawaban atas beberapa masalah seperti digambarkan di atas. Pada umumnya masyarakat masih menganggap bahwa Pemerintah Kabupaten Serdang Badagei kurang memberi perhatian terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati yang ada di daerah tersebut. Namun sebelum melakukan observasi/survey ke daerah terkait telah penulis dapatkan data dari BPS setempat di Sei Rampah yang menyatakan bahwa: "Pihak pemerintah telah cukup banyak memberikan bantuan dalam usaha pelestarian sumberdaya alam hayati di daerah pesisir pantai desa Sialangbuah, baik berupa bantuan dana materiil maupun bantuan berupa non-materiil seperti usaha-usaha ;
Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat setempat di balai-balai desa tentang pemanfaatan sumberdaya alam hayati pada daerah pesisir yang dilakukan setiap tahunnya.
Membatasi penyediaan alat/sarana dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati pada pesisir pantai dengan melakukan razia bagi para nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak kimia yang berbahaya bagi sumberdaya alam hayati tersebut.
Pemerintah memberikan dana bantuan pengembangan konservasi laut.
Pemerintah juga memberikan bantuan alat/sarana penangkapan ikan berupa jarring ikan.
Ditinjau dari letak geografisnya daerah ini terletak pada garis lintang antara 2057’ Lintang Utara dan 3016’ Lintang Selatan serta terletak pada garis bujur 98033’ Bujur Timur dan 99027’ Bujur Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Sei Rampah, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Perbaungan dan Selat Malaka dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Beringin.
Daerah pesisir pantai Kelang, pantai Sialangbuah dan pantai Kuala Putri terdapat pada satu garis pantai yang terletak di Kecamatan Teluk Mengkudu, Desa Sialangbuah yang merupakan daerah penelitian penulis, dengan luas wilayah berkisar 2.010 km2.
Secara astronomis daerah pesisir pantai Kelang, pantai Sialangbuah dan pantai Kuala Putri termasuk beriklim tropis dan tidak jauh berbeda dengan keadaan iklim di daerah sekitarnya. Dilihat dari keadaan topografi bahwa daerah penelitian penulis ini berada di ketinggian 0,5 meter hingga 2 meter di atas permukaan laut dengan tanah atau daratan yang datar.
Dari hasil penelitian yang penulis peroleh, bahwa di daerah pesisir pantai ini telah terjadi banyak kerusakan-kerusakan lingkungan akibat aktivitas-aktivitas penduduk setempat dan kerusakan ini semakin besar tekanannya akibat kurangnya atau bahkan tidak adanya pengetahuan masyarakat setempat dalam pengelolan, pelestarian serta pengawasan terhadap terjaganya kelestarian dan keseimbangan ekosistem dan sumberdaya alam hayati di daerah tersebut. Hal ini tampak dari berbagai kerusakan lingkungan yang penulis lihat dan amati pada tiga titik pengamatan. Berbagai kerusakan-kerusakan tersebut adalah sebagai berikut;
1) Banyaknya bangunan-bangunan liar yang berada di daerah garis pantai, seperti bangunan pondok-pondok peristirahatan, bangunan kios-kios tempat berjualan berbagai jenis makanan, bangunan-bangunan kamar mandi sewaan, bahkan bangunan rumah-rumah penduduk, yang tanpa mereka sadari dapat membahayakan mereka sendiri.
2) Telah terjadi kerusakan-kerusakan hutan mangrove di daerah tersebut yang dapat mengakibatkan intrusi air laut ke daerah pemukiman penduduk dan areal pertanian penduduk setempat.
3) Adanya proses-proses erosi/abrasi, yaitu proses tergerusnya/terkikisnya garis pantai dan disisi lain bertambah dangkalnya perairan pantai akibat adanya sedimentasi atau pengendapan yang terjadi akibat hilangnya hutan bakau.
4) Terjadinya pencemaran-pencemaran dari sampah-sampah kegiatan massal dan sampah-sampah/limbah rumah tangga.
5) Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap industri sepanjang DAS dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair yang masuk ke perairan umum atau ke pantai / laut.
6) Rendahnya kepedulian masyarakat/penduduk setempat terhadap pengolahan sampah-sampah rumah tangga dan pola pembangunan pemukiman yang membelakangi pantai.
7) Terjadinya pencemaran zat-zat kimia terhadap air laut dari pembuangan sisa-sisa minyak kotor dari kapal-kapal nelayan, serta adanya penangkapan ikan dengan menggunakan zat kimia, dan sebagainya.
8) Tidak terkontrolnya peningkatan jumlah dan jenis penangkapan ikan, sehingga hal ini merupakan salah satu eksploitasi yang sangat besar terhadap sumberdaya alam hayati tanpa adanya pelestarian untuk mengimbanginya.
9) Program pembangunan sarana dan prasarana perikanan kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan.
Sementara itu, secara keseluruhan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai tersebut sangat tergantung terhadap sumberdaya alam hayati guna pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Namun jika masyarakat pesisir pantai hanya memanfaatkan dan/atau mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut tanpa melakukan pengawasan, pengembangan, dan pelestarian untuk mengimbangi terjaganya ekosistem perairan, maka akan timbul berbagai gejolak permasalahan lingkungan yang tentunya juga akan berakibat buruk. Dan lambat-laun, namun bisa dipastikan, mereka akan kehilangan potensi-potensi sumberdaya alam hayati tersebut. Ketika semua itu rusak, lalu bagaimana mereka akan memenuhi kebutuah hidupnya?
Seperti kenyataan yang penulis temukan di pesisir pantai Sialangbuah, bahwa pemanfaatan sumberdaya alam hayati di daerah ini telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti kerusakan hutan mangrove, bangunan-bangunan liar di daerah garis pantai, tidak terkontrolnya peningkatan jumlah dan jenis penangkapan ikan, pencemaran zat-zat kimia terhadap air laut dari pembuangan sisa-sisa minyak kotor dari kapal-kapal nelayan, serta adanya penangkapan ikan dengan menggunakan zat kimia, industri sepanjang DAS dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair yang masuk ke perairan umum atau ke pantai/laut, adanya pendangkalan perairan pantai akibat sedimentasi yang terjadi akibat hilangnya hutan bakau, dan sebagainya.
Setelah melakukan penelitian ini, dapat penulis ketahui hal ini terjadi akibat kurangnya bahkan tidak adanya kepedulian masyarakat desa Sialangbuah terhadap kelestarian lingkungan hidupnya. Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya sistem pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang minim terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati di daerah tersebut serta hubungan pemamfaatan sumberdaya alam itu terhadap kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan.
Dalam hal ini, masyarakat pesisir pantai dituntut pengetahuan dan pemahamannya terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan pengawasan, pengembangan dan pelestarian sumberdaya-sumberdaya alam hayati. Sebab wilayah pesisir merupakan wilayah di mana interaksi darat dan laut paling tinggi intensitasnya. Wilayah ini memiliki hubungan dengan lahan atas sehingga kerusakan yang terjadi pada lahan atas dapat menimbulkan dampak negatif pada wilayah pesisir pantai. Contohnya, pengolahan lahan pertanian dan kehutanan yang tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya eerosi dan banjir yang merusak ekosistem perairan sungai yang berkelanjutan ke daerah pantai dan perairan laut. Contoh lainnya, aktivitas-aktivitas masyarakat di darat seperti pembuangan limbah industri dan sampah-sampah/limbah rumah tangga menyebabkan terjadinya sedimentasi dan dibawa oleh aliran sungai ke daerah pesisir.
Hubungan antara ekosistem pesisir/laut juga terdapat keterikatan dan interaksi satu sama lainnya, sehingga saling mempengaruhi. Seperti halnya keterkaitan ekosistem hutan mangrove dengan ekosistem pantai, dimana hutan mangrove mempunyai kemampuan untuk meredam gelombang dan arus laut pasang untuk mengendalikan banjir. Selain itu, hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomis bagi masyarakat nelayan yang tinggal di daerah pesisir tersebut sebagai sumber mata pencaharian mereka untuk mendapatkan ikan dan udang, produksi berbagai jenis hasil hutan, dan sebagai tempat rekreasi dan objek pendidikan.
Lingkungan - Minggu, 07 Okt 2012
Harian Analisa - Medan
Sumber : http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/07/79375/ekologi_laut_dan_pantai_di_sialangbuah_sangat_kritis/#.UHfKD3L4yqA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar